Jurnal Internet Addiction
May 10, 2020
Add Comment
INTERNET ADDICTION
Renyta
Jublina Elisabeth Sinaga
Mata
Kuliah Psikologi dan Teknologi Internet, Fakultas Psikologi
Universitas
Gunadarma
Internet addiction
telah menjadi masalah
serius dan dianggap sebagai salah
satu masalah kejiwaan.
Menurut Young (1996)
pecandu internet adalah individu
yang memiliki kecenderungan
yang kuat dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang
hanya dilakukan sendiri
(solitary activities) dan membatasi
aktivitas sosial. Penggunaan
internet yang patologis merujuk
pada ketergantungan psikologis
terhadap internet. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
waktu yang digunakan uang, usaha dan
lain-lain untuk kegiatan
yang berkaitan dengan
internet, merasa cemas, sedih,
gelisah jika tidak
dapat mengakses internet
dan menyangkal akan adanya masalah perilaku. Internet
addiction merupakan ketidakmampuan individu
untuk mengontrol penggunaan internetnya,
yang dapat menyebabkan
terjadinya masalah psikologis, sosial, dan pekerjaan pada kehidupan
individu tersebut (Young and Roger
1998; Davis 2001).
Lebih lanjut Griffith
(2005) menekankan bahwa internet
addiction adalah technology
addiction, dimana hal ini
merupakan behavioral addiction
yang melibatkan hubungan antara
manusia dan komputer.
Faktor
Etiologi Internet Addiction
Faktor
etiologi adalah pembahasan tentang faktor-faktor penyebab bagaimana seorang
individu dapat mengalami kecanduan internet atau internet addiction. Faktor
etiologi internet addiction yaitu :
1. Cognitive-behavioral Model
Menurut
Chaplin dalam Dictionary of Psycologhy karyanya, kognisi
adalah konsep umum yang mencakup seluruh bentuk pengenalan, termasuk didalamnya
mengamati, menilai, memerhatikan, menyangka, membayangkan, menduga, dan
menilai. Sedangkan menurut Mayers (1996) menjelaskan bahwa kognisi merupakan
kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan
bertindakberdasarkan penggambaran ini.Dari pengertian
diatas dapat dipahami bahwa kognisi adalah istilah yang digunakan oleh ahli
psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan
persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang untuk memperoleh pengetahuan.
Perkembangan kognitif pada seorang
individu berpusat pada otak, dalam perspektif psikologi kognitif otak adalah
sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan seperti ranah afektif (rasa),
dan ranah psikomotor (karsa).Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang
individu dapat berfikir.Selanjutnya, tanpa berfikir mustahil individu tersebut
dapat memahami faedah materi-materi yang disajikan kepadanya.Akan
tetapi fungsi afektif dan psikomotor pun dibutuhkan oleh individu, sebagai
pendukung dari fungsi kognitif.
2.
Neuropsychological
Model
Neuropsikologi adalah bidang psikologi klinis
dan eksperimental yang berupaya mempelajari hubungan antara struktur dan
fungsi otak dengan
proses dan perilaku psikologis.
Istilah neuropsikologi telah digunakan untuk penelitian lesi pada
manusia dan hewan.Istilah ini juga diterapkan untuk upaya mencatat aktivitas
listrik dari sel-sel individual (atau sekelompok sel) pada primata-primata
(termasuk manusia). Pendekatan neuropsikologi bersifat ilmiah,
menggunakan neurosains, dan memiliki sudut pandang
mengenai pemrosesan informasi yang
sejalan dengan psikologi kognitif dan sains kognitif.
Neuropsikolog
biasanya bekerja di tempat penelitian (seperti universitas, laboratorium, atau
institusi penelitian), klinik, forensik,
atau industri (sebagai konsultan untuk desain produk yang terkait dengan
pengetahuan neuropsikologis atau manajemen percobaan klinis pada perusahaan
farmasi untuk obat-obatan yang mungkin berdampak pada fungsi sistem saraf
pusat).
3. Compensation Theory
Kompensasi adalah
sebuah strategi dimana prilaku yang satu menutupi atau melindungi, kelemahan,
frustasi, nafsu, merasa lemah atau tidak mampu dalam satu area kehidupan lewat
sesuatu yang menyenangkan atau keahlian di area lain. Kompensasi bisa menutupi
lewat kehidupan nyata maupun imaginer ataupun personal maupun inferioritas
fisik.Strategi kompensasi, bagaimanapun tidak sepenuhnya merupakan
inferioritas. Kompensasi yang positif bisa menolong seseorang untuk mengakhiri
suatu kesulitan.sebaliknya negatif kompensasi tidak, dimana kompensasi ini
menghasilkan paksaan pada perasaan inferioritas.Ada dua jenis kompensasi negative, yaitu :
·
Kompensasi
berlebihan ,
ditandai dengan tujuan superioritas, mengarah pada perjuangan untuk kekuasaan,
dominasi, harga diri, dan devaluasi diri.
·
Kompensasi
yang kurang ,
yang mencakup permintaan bantuan, mengarah pada kurangnya keberanian dan rasa
takut akan kehidupan.
4.
Situational
Factor
Faktor situasi adalah faktor
dimana seseorang berada dalam kondisi yang mendorong ia untuk melakukan sesuatu
yang diinginkan, seperti teman sebaya hal ini biasanya terjadi ketika seseorang
secara sadar atau tidak dipaksa untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh kelompoknya atau kata lain ia mengikuti apa yang dilakukan
oleh orang tersebut.
Didalam
situasional faktor ini ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu :
·
Daya
Tarik Fisik, dalam beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa daya tarik fisik sering menjadi penyebab utama Atraksi
personal. Orang-orang yang berwajah cantik dan ganteng cenderung mendapat
penilaian yang baik dan dikatakn mempunyai sifat-sifat yang baik.
·
Ganjaran,
kita cenderung menyenangi orang yang memberi ganjaran pada kita.Ganjaran itu
berupa bantuan, dorongan moral, pujian, atau hal-hal yang meningkatkan harga
diri kita. Kita akan menyukai orang yang menyukai kita.
·
Familiarity,
yaitu hubungan kita dengan orang-orang yang sudah kita kenal. Menurut Robert B.
Zajonc, semakin sering orang melihat seseorang maka ia akan semakin
menyukainya.
·
Kedekatan
(Proximity), orang cenderung menyenangi mereka yang
berdekatan dengannya, baik rumah, tempat tidur, tempat duduk, dan sebagainya.
·
Kemampuan,
kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi
daripada kita atau lebih berhasil dalam kehidupannya.Dalam penelitian Aronson,
orang yang paling disenangi adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi tapi
menunjukkan beberapa kelemahan.
Dampak Dari Internet Addiction
Dampak
dari internet addiction dapat
diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu : akademik, hubungan
interpersonal, finansial, pekerjaan, dan fisik (Young,1996) :
a.Akademik,
pelajar menjadi sulit untuk menyelesaikan tugas, belajar untuk menghadapi
ujian, dan kurang tidur akibat penggunaan internet yang berlebihan di malam
hari. Selain itu, penggunaan internet berlebihan pada pelajar menyebabkan
menurunnya prestasi bahkan dikeluarkan dari sekolah.
b.
Hubungan interpersonal seperti pernikahan, hubungan orang tua dengan anak, dan
hubungan yang sangat dekat juga dapat terganggu akibat penggunaan internet
berlebihan. Seseorang dengan internet addiction secara bertahap akan mengurangi
waktu untuk bersosialisasi di dunia nyata. Pada ibu rumah tangga dijumpai
adanya kelalaian dalam menjaga anaknya.
c.
Finansial, masalah finansial dijumpai akibat biaya penggunaan internet yang
berlebihan tetapi sekarang dengan adanya penurunan tarif online menyebabkan
pengguna dapat bebas menggunakan internet tanpa harus memikirkan biaya yang
dikeluarkan.
d.
Pekerjaan, pekerja cenderung menggunakan jasa internet perusahaan untuk
mengakses kebutuhan pribadi pada saat jam kerja. Hal ini menyebabkan para
pekerja tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
e. Fisik, pengguna internet cenderung
menjadi kurang tidur sehingga menyebabkan keletihan yang berlebihan dan
menurunkan imun pengguna internet. Penggunaan internet berlebihan juga
meningkatkan risiko terjadinya keletihan mata, nyeri pinggang, dan carpal
tunnel syndrome.
Universitas
Texas di Dallas mengemukakan beberapa akibat dari internet addiction – akibat
dari penggunaan internet yang berlebihan, pada mahasiswa adalah sebagai berikut
:
a. Menyebabkan kurang tidur dan rasa
letih yang berlebihan
b. Semakin menurunnya prestasi
c. Berkurangnya interaksi dengan lawan
jenis
d. Penurunan aktivitas sosial di kampus
e. Menimbulkan kegelisahan dan apatis
pada saat offline
f. Mengingkari kondisi addictive pada si
pengguna
g. Membentuk opini bahwa apa yang mereka
temukan di internet lebih tinggi kedudukannya dibandingkan kemampuannya
h. Menghindari pertanyaan mengenai waktu
penggunaan internet mereka serta apa-apa saja yang mereka lakukan dalam
berinternet
Berlama-lama
online internet dapat membuat seseorang lupa waktu sehingga melalaikan jam
tidur. Jika keadaan seperti ini dibiarkan terus-menerus akan menjadikan
seseorang kecanduan, sehingga timbullah gangguan pola tidur yang semakin parah
yang berakibat pada insomnia. Soetjipto (2007) mengemukakan bahwa gejala-gejala
fisik dan psikis dari kecanduan internet sama dengan berbagai penyakit
ketergantungan lainnya. Umumnya, penderita menjadi jarang tidur, mengalami
gangguan penglihatan, gangguan tidur (insomnia) dan terkena depresi. Biasanya,
para pecandu internet mengalami gangguan tidur karena terlalu banyak
menghabiskan waktu online, kurang istirahat dan kesehatan fisik yang menurun.
Pada remaja, kecanduan internet telah dilaporkan signifikan dengan depresi dan
insomnia (Cheung dan Wong, 2011). Hasil penelitian Ebrahimi.A, dan Sadeghi.Z,
(2011) mengemukakan bahwa remaja dengan internet addiction mempunyai masalah
yang signifikan dengan kesehatan mental dan gejala somatik, kecemasan,
insomnia, disfungsi social, dan mengalami depresi berat. Dewi, Noviana (2011)
dalam hasil penelitiannya mengemukakan hasil koefisien korelasi antara
kecanduan internet dengan insomnia menunjukkan hubungan yang kuat. Berdasarkan
penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gejala internet addiction
meliputi merasa keasyikan dengan internet, menghabiskan banyak waktu dan uang
untuk mengakses internet, tidak mampu mengontrol penggunaan internet, mengalami
gangguan emosi (gelisah, cemas, depresi, cepat marah), kehilangan teman dan
pekerjaan atau pendidikan, berbohong pada teman dan keluarga mengenai pemakaian
internet, menjadikan internet sebagai tempat melarikan diri dari masalah,
mengalami gangguan tidur (insomnia), merasa bersalah dan menyesal setelah
menggunakan internet.
Tindakan
Preventif Dan Intervensi Pada Internet
Addiction
Pelatihan kontrol
diri yang dilakukan bisa memberikan manfaat dan dampak pada pengaruh yang
diinginkan ketika individu tersebut ingin mengontrol dirinya. Pelatihan kontrol
diri dapat membantu individu untuk menghadapi suatu kondisi yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Para ahli juga berpendapat kontrol diri bisa digunakan sebagai metode
intervensi dan juga preventif yang dapat mereduksi efek negatifnya stresor di
sekitar.
Menurut Averill (Ghufron dan Risnawita, 2010) ada beberapa aspek
dalam kontrol diri :
1. Behavioral control, yakni kontrol dalam mengambil
tindakan
2. Cognitif control, yakni bagaimana memodifikasi proses
berfikir seseorang
3. Decission control, yakni kesempatan untuk memilih dan
mengambil keputusan atau tujuan alternatif dari tindakan yang akan dilakukan.
Kemampuan
seseorang dalam mengontrol dirinya menurut Tangney, Baumeister dan Boone (2004)
dipengaruhi oleh 3 aspek :
a. melanggar kebiasaan, berkaitan dengan perilaku diluar kebiasaan
dan kurang mampu mematuhi norma sekitarnya
b. menahan godaan, berkaitan tentang bagai mana sikap dalam
melakukan tugasnya
c. disiplin diri, berkaitan dengan bagaimana kemampuan untuk
mengontrol dirinya.
Averill (dalam
Nurhayati, 2013) menyebutkan bahwa ada beberapa aspek-aspek kontrol diri pada
individu, diantaranya mengontrol perilaku terdiri dari kemampuan mengatur pelaksanaan
dan kemampuan mengontrol stimulus, mengontrol kognitif terdiri dari kemampuan
mengolah informasi, kemampuan melakukan penilaian positif serta mengontrol
keputusan atau kemampuan mengambil keputusan agar apa yang dilakukan individu
mengarah kepada perilaku yang positif. Berdasarkan aspek yang termuat dalam self
control dapat diketahui bahwa self control tidak hanya menekankan
pada stimulus datangnya perilaku, tetapi juga rasionalis mengenai penilaian
perilaku yang akan dimunculkan baik apa tidak. Besarnya efek yang ditimbulkan
kontrol diri, beberapa peneliti menyebutkan jika kontrol diri dapat digunakan
sebagai metode intervensi (Ghufron dan Rini, 2010). Kontrol diri tidak dapat
berkembang begitu saja, namun kontrol diri dapat dikembangkan melalui latihan
yang dilakukan secara terus menerus. Pelatihan kontrol diri sangat bermanfaat
untuk dapat mengembangkan kontrol diri itu sendiri dan memberikan dampak
positif dalam pengelolaan emosi dan mengurangi perilaku yang buruk bagi individu
(Muraven, 2010). Pelatihan sendiri merupakan salah satu cara pengembangan sumber
daya manusia. Pengembangan dilakukan meliputi pemberian kesempatan belajar yang
bertujuan untuk mengembangkan individu pada saat ini dan masa yang akan mendatang.
Pelatihan dilakukan untuk memberikan kegiatan yang berfungsi meningkatkan
kinerja seseorang dalam pekerjaan atau tugasnya sekarang. Pelatihan dilakukan
untuk membantu individu agar menjadi lebih efektif (Afiatin, 2013).
SUMBER
Rahmawati, Ajeng Intan Nur. (2018). Internet
Addiction pada Remaja Pelaku Substance Abuse: Penyebab atau Akibat?. Buletin Psikologi, Vol. 26 No. 1, hlm 64-70.
Lestarianto,
J. A. (2014). Hubungan Antara Internet. Keperawatan SI UMP
Ramadhani, dkk. (2019). Pelatihan Kontrol
Diri Untuk Mengurangi Kecenderungan Internet
Gaming Disorder Pada Anak Usia
Sekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan,
Vol. 7 No. 1.
0 Response to "Jurnal Internet Addiction"
Post a Comment